Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah isu serius yang sering terjadi di masyarakat, dan kasus yang melibatkan anggota kepolisian baru-baru ini telah menarik perhatian publik. Kasus ini berkaitan dengan Brigpol Ronal Zulfikry Effendi dan istrinya, Wulandari Anastasia Said, yang kini sama-sama ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya saling melaporkan atas kasus KDRT yang terjadi di antara mereka. Laporan pertama kali diterima oleh Polres Halmahera Utara pada 20 September 2024, di mana Wulandari menjadi pelapor dan suaminya sebagai terlapor. Apa yang sebenarnya terjadi sehingga situasi ini berujung pada proses hukum?
Penyidikan Kasus KDRT
Menurut Kapolres Halmahera Utara, AKBP Faidil Zikri, proses hukum mulai dimulai setelah laporan diterima. Mediasi menjadi langkah awal yang coba dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan ini, namun kedua mediasi yang diupayakan tidak membuahkan hasil. Mediasi pribadi yang dilakukan oleh Brigpol Ronal di rumah istrinya serta mediasi yang difasilitasi oleh Kanit Paminal Polres tidak berhasil meredakan ketegangan.
Penyidik kemudian melanjutkan dengan penyelidikan dan penyidikan yang mendalam. Hasilnya, kasus ini dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum dan kini telah memasuki proses persidangan. Sampai saat ini, Brigpol Ronal sedang menjalani tahanan di Rutan Kelas IIB Tobelo. Situasi ini menunjukkan bahwa proses hukum berlanjut meski upaya untuk menyelesaikan masalah secara damai telah gagal.
Proses Kode Etik Kepolisian dan Dampaknya
Selain proses pidana, Brigpol Ronal juga mengalami proses Kode Etik Kepolisian berkaitan dengan tindakan yang dilakukan. Sidang KKEP mengeluarkan sanksi yang tegas, baik etika maupun administratif, atas perbuatannya. Ia dinyatakan melakukan perbuatan tercela dan diwajibkan untuk meminta maaf kepada pimpinan Polri serta pihak yang merasa dirugikan.
Sanksi administratif yang diterima Ronal juga cukup berat, termasuk penundaan kenaikan pangkat dan gaji, serta mutasi bersifat demosi. Hal ini mencerminkan adanya konsekuensi serius bagi anggota kepolisian yang terlibat dalam kasus KDRT. Sementara itu, Wulandari pun ikut dilaporkan kembali oleh Ronal, dan setelah hasil gelar perkara, dia juga ditetapkan sebagai tersangka.
Pada saat yang bersamaan, Wulandari mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka yang juga ditolak oleh majelis hakim. Hal ini menambah kompleksitas dalam proses hukum kasus ini. Meskipun Wulandari belum ditahan, aspek kemanusiaan menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan pihak kepolisian di sini.
Pihak kepolisian juga menegaskan bahwa tidak ada tindakan kriminalisasi dalam kasus ini dan mengedepankan prinsip profesionalisme dalam setiap langkah yang diambil. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Komitmen untuk menjunjung tinggi asas kesetaraan di hadapan hukum menjadi bagian penting yang perlu diperhatikan. Kasus ini menunjukkan betapa rumitnya dinamika yang terjadi dalam keluarga, serta bagaimana permasalahan bisa melibatkan berbagai pihak, termasuk institusi kepolisian. Masyarakat diimbau untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan memahami bahwa setiap individu memiliki hak yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status atau jabatan.