Setelah melakukan kunjungan ke berbagai kementerian, anggota DPD RI dari Maluku Utara, R. Graal Taliawo, meneruskan langkahnya untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka Safari Politik Kerja, ia mengunjungi Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mengatasi permasalahan di daerahnya dan meningkatkan perhatian pemerintah pusat terhadap pembangunan Maluku Utara.
Graal memanfaatkan catatan aspirasi yang dikumpulkan saat berinteraksi dengan masyarakat untuk berdiskusi dengan para pejabat kementerian. Dalam peranannya sebagai perwakilan daerah, ia berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah pusat dan daerah agar program-program kementerian dapat menjangkau kebutuhan masyarakat Maluku Utara.
Hilirisasi Pertanian Sebagai Solusi
Dalam pertemuan dengan Yudi Sastro, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Graal mengemukakan masalah yang dihadapi petani di Maluku Utara. Ia mencatat penurunan produksi pertanian, serta kebutuhan masyarakat akan bibit unggul seperti kelapa genjah. Hal ini menunjukkan bahwa hilirisasi sektor pertanian masih belum berkembang dengan baik. Selain itu, berbagai prasarana dan sarana produksi seperti jalan tani juga sangat dibutuhkan.
“Dalam perjalanan saya, saya menemukan bahwa banyak anak muda Maluku Utara lebih memilih bekerja di sektor pertambangan dibandingkan bertani,” ungkapnya. Beberapa perguruan tinggi di daerah tersebut bahkan mengalami penurunan jumlah mahasiswa untuk jurusan pertanian. Hal ini bukan tanpa alasan; kebijakan di sektor pertanian harus lebih menjanjikan untuk menarik minat generasi muda.
Graal menjelaskan perlunya mendorong hilirisasi di sektor pertanian berbasis UMKM dan koperasi. “Warga harus merdeka dan berdaya dengan sumber daya alam yang berkelanjutan di sekitarnya,” tegasnya. Ia menekankan bahwa peran pemerintah adalah sebagai fasilitator untuk meningkatkan daya saing masyarakat.
Perkembangan Pertanian dan Krisis Lahan
Dalam diskusinya, Graal juga menyoroti ancaman krisis lahan di Maluku Utara. Dari total luas daratan yang mencapai 3,3 juta hektare, hanya sebagian kecil yang diperuntukkan bagi pertanian pangan berkelanjutan. Ia mengungkapkan kekhawatirannya, “Kami khawatir nantinya hanya akan mengandalkan sumber daya tambang seperti nikel dan emas.”
Ia berharap pemerintah memberikan perhatian lebih kepada Maluku Utara. “Kami memerlukan dorongan agar bisa berdaya secara ekonomi,” ujarnya. Graal mendesak kementerian untuk melakukan pembinaan dan pendampingan agar masyarakat dapat mengolah sumber daya mereka secara berkelanjutan. Menurutnya, sektor pertanian dapat kembali menjadi sandaran hidup jika dikelola dengan baik.
Kedatangan Graal disambut positif oleh pihak Kementerian Pertanian, dan ia berharap hal ini dapat membangun kembali kepercayaan warga terhadap pertanian. Kerja sama antara pemerintah daerah dan kementerian sangat diperlukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat Maluku Utara.
Selanjutnya, Graal mengunjungi Kementerian Perindustrian untuk meminta dukungan dalam hilirisasi sektor pertanian berbasis rumah tangga dan koperasi. Ia menjelaskan bahwa warga harus dibantu dalam mengolah produk pertanian menjadi barang jadi, contohnya dari kelapa ke produk VCO.
Graal menyoroti fenomena di Maluku Utara di mana masyarakat awalnya menjual bongkahan kelapa, yang kemudian menjadi kopra. Namun, sampai saat ini, belum ada produk olahan kelapa yang signifikan. “Warga seharusnya bisa menghasilkan sampo atau kecap dari kelapa, bukan hanya menjualnya dalam bentuk bongkahan,” ujarnya.
Menurutnya, keterlibatan pemerintah daerah sangat penting. Mereka perlu proaktif menyusun proposal sesuai kebutuhan masyarakat dan berkonsultasi dengan kementerian terkait. Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian diharapkan siap membantu agar UMKM dapat berkembang lebih baik.
Graal juga menegaskan pentingnya mitigasi dampak negatif dari aktivitas pertambangan. Dalam pertemuan dengan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral, ia mengangkat isu dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari pertambangan. “Pemerintah perlu mengawasi dengan ketat agar tidak ada dampak negatif yang dibiarkan berlarut-larut,” imbuhnya.
Ia memahami bahwa pertambangan memiliki potensi ekonomi, tetapi tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak dapat diabaikan. Komitmen dari pemerintah pusat dalam mengawasi dan mengendalikan aktivitas pertambangan harus tetap dijaga untuk mencegah konflik antara warga dan perusahaan.
Kementerian ESDM menanggapi hal ini dengan mengatakan bahwa mereka sedang berupaya memitigasi berbagai persoalan, termasuk meningkatkan peran Inspektur Tambang di setiap provinsi. Mereka juga menggunakan teknologi untuk memetakan masalah lingkungan dan mengawasi AMDAL.