Film dokumenter berjudul “Ngomi O Obi” (Kami yang di Obi) yang merupakan hasil kolaborasi antara sutradara dan salah satu stasiun televisi, baru-baru ini diputar di sebuah universitas di Ternate, Maluku Utara. Film yang memiliki durasi hampir 30 menit ini menggali isu sosial serta lingkungan yang terkait dengan Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Setelah pemutaran, diskusi yang dihadiri oleh beberapa narasumber berpengalaman seperti petani dan nelayan setempat, serta para akademisi, menambah kedalaman tema yang diangkat dalam film. Mereka berbagi wawasan dan pengalaman pribadi terkait dampak industri di wilayah tersebut.
Persoalan Sosial dan Lingkungan Pulau Obi
Salah satu isu yang diangkat dalam film ini adalah bagaimana kehidupan masyarakat lokal terpengaruh oleh perkembangan industri pertambangan. Melalui sudut pandang petani dan nelayan, masyarakat mengungkapkan kekhawatiran mereka atas perubahan lingkungan yang bisa merugikan. Data dan penelitian menunjukkan bahwa aktivitas industri sering menimbulkan masalah baru, seperti pencemaran air dan pengurangan lahan pertanian, yang langsung berdampak pada kesejahteraan penduduk.
Seorang narasumber, Siti Marnia, menjelaskan bahwa dampak negatif dari pertambangan terasa nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ia menekankan pentingnya memperhatikan kondisi lingkungan sebelum menerima tawaran bantuan dari perusahaan-perusahaan tambang. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran paradigma yang perlu dijalani oleh semua pihak yang terlibat agar industri tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga lebih bertanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungan sekitar.
Keterlibatan dan Tanggung Jawab Kelembagaan
Sebagai lembaga pendidikan, universitas memiliki peran krusial dalam mengedukasi mahasiswa agar mampu berpikir kritis mengenai isu-isu semacam ini. Rektor universitas tersebut menyampaikan betapa pentingnya pemutaran film ini sebagai ruang untuk memperluas perspektif siswa dan dosen. Menurutnya, mahasiswa perlu didorong untuk aktif bersuara dan terlibat dalam diskusi yang relevan dengan situasi di Pulau Obi. Ini bukan hanya soal akademis, tetapi juga tata kelola sosial yang baik.
Di sisi lain, CEO dari stasiun televisi ini menggarisbawahi pentingnya kritik dan diskusi yang konstruktif. Dalam pandangannya, kritik merupakan sarana untuk mencapai perbaikan dan bukan untuk menjatuhkan pihak tertentu. Ia menyatakan bahwa aspirasi mahasiswa sangat berharga untuk menyampaikan suara masyarakat kepada pengambil keputusan, sehingga bisa menjadi medium untuk mengatasi berbagai persoalan di lapangan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup setempat menambahkan bahwa pemerintah perlu terbuka terhadap masukan dari masyarakat, terutama terhadap demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Dengan turun langsung ke lapangan, mereka bisa menindaklanjuti aspirasi dan kekhawatiran masyarakat, di mana ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas industri pertambangan. Melalui langkah preventif, insinyur lingkungan berusaha untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh masyarakat.
Dengan begitu banyaknya sudut pandang yang disampaikan dalam diskusi ini, terlihat jelas bahwa isu-isu kritis seperti ini membutuhkan perhatian yang lebih serius dari berbagai pihak. Dialog yang sehat dan terbuka antara pemangku kepentingan dapat menciptakan solusi yang lebih komprehensif, di mana industri dapat berjalan beriringan dengan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sebagai penutup, film ini menjadi salah satu cara untuk mengedukasi masyarakat dan mengumpulkan berbagai pendapat di seputar industri yang dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari di Pulau Obi. Melalui acara-acara seperti ini, diharapkan akan tercipta kesadaran yang lebih tinggi di kalangan generasi muda, untuk terus mengadvokasi perubahan yang lebih baik di lingkungan mereka.