• Hubungi Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer
No Result
View All Result
  • Login
Indoheadline.id
  • Home
  • Politik
  • Perkara
  • Daerah
  • Buah Pikir
  • Rupa-Rupa
  • Home
  • Politik
  • Perkara
  • Daerah
  • Buah Pikir
  • Rupa-Rupa
No Result
View All Result
Indoheadline.id
No Result
View All Result
Home Buah Pikir

Lima Periode: Ibu Kota Tanpa Kota

Lima Periode: Ibu Kota Tanpa Kota

Oleh: Arafik A Rahman

________

“Kota bukan hanya sekadar bangunan dan jalan raya; ia adalah tafsir atas harapan, kenangan, dan masa depan warganya.”
— Saskia Sassen, sosiolog perkotaan.

SEJARAH perkembangan wilayah di Indonesia sangat erat kaitannya dengan harapan serta kepentingan politik yang sering kali berkompromi. Maluku Utara, sebagai contoh nyata, merupakan cerminan dari perjalanan panjang tersebut. Sejak resmi menjadi provinsi pada 12 Oktober 1999, Maluku Utara telah mengalami lima periode pemerintahan. Namun, yang menarik adalah status administratif ibu kotanya, Sofifi, yang terjebak dalam kondisi yang tidak ideal: sebuah ibu kota provinsi namun hanya berstatus kecamatan di bawah Tidore Kepulauan.

Secara teori, Sofifi telah berfungsi sebagai pusat pemerintahan sejak 2010. Namun, kenyataannya, ia belum sepenuhnya menjadi kotamadya yang berdaulat. Saya sering menyebutnya sebagai “ibu kota tanpa kota.” Ini bukan sekadar soal infrastruktur pemerintahan, tetapi menyangkut identitas, daya saing, dan keadilan ruang bagi masyarakat Maluku Utara.

Jean Gottmann, seorang ahli geografi politik, menyatakan bahwa “A capital is not merely a seat of government; it is a symbol, a focus of identity, and an engine of development.” Fungsi-fungsi ini belum dapat dipenuhi oleh Sofifi. Dalam konteks ini, ibu kota seharusnya menjadi representasi identitas dan penggerak pembangunan. Namun kenyataan saat ini menunjukkan bahwa Sofifi masih jauh dari harapan tersebut.

Jika kita menggali lebih dalam sejarahnya, Sofifi lahir dari kompromi politik pascareformasi, ketika Ternate, yang sarat dengan dinamika sosial dan ekonomi, berfungsi sebagai ibu kota sementara. Pemindahan ibu kota ke Sofifi didasari oleh semangat untuk meratakan pembangunan wilayah, tetapi proses ini tidak berjalan mulus. Kota ini hanya ditransfer secara administratif tanpa disertai strategi yang matang untuk membangun semangat warga dan infrastruktur perkotaan yang memadai.

Hambatan dalam Pembangunan Kota

Pemekaran daerah otonomi baru di Maluku Utara terjadi dengan cepat, dengan banyak kabupaten yang terbentuk, sementara ibu kota sendiri mandek seperti perahu yang kehilangan arah. Pertanyaannya, mengapa Sofifi belum benar-benar menjadi kotamadya? Jawabannya terletak pada kombinasi antara politisi yang lamban bergerak, tarik-menarik kekuatan lokal, dan kurangnya visi yang jelas dari para pemimpin. Lima periode pemerintahan sudah berlalu, namun agenda untuk mengembangkan Sofifi sebagai kota otonom yang mandiri hampir tidak pernah diusulkan.

Potensi ekonomi Sofifi bukanlah isapan jempol belaka; hasil laut, kelapa, pala, hingga sumber daya mineral seperti emas dan nikel, semuanya terletak di Halmahera. Namun, tanpa status kota yang jelas, pembangunan sistem ekonomi yang berkelanjutan, infrastruktur modern, dan pelayanan publik yang efektif menjadi sulit terlaksana. Sebagaimana dinyatakan oleh Manuel Castells dalam karyanya, “Space is not a reflection of society; it is society.” Ruang perkotaan yang diabaikan sama artinya dengan menelantarkan masyarakat yang tinggal di dalamnya.

Harapan untuk Sofifi ke Depan

Di tengah perayaan usia seperempat abad Provinsi Maluku Utara, harapan masyarakat untuk Sofifi mulai kembali mencuat. Ibu kota ini tidak boleh terus menerus dibiarkan dalam status semu. Sudah saatnya ada keberanian politik untuk memutuskan: mesti ada aksi nyata untuk memekarkan Sofifi menjadi kotamadya otonom, agar tidak lagi dianggap sekadar alamat bagi kantor pemerintahan.

Dengan status kota, Sofifi dapat dikembangkan menjadi ruang hidup yang layak, berdaya saing, dan mencerminkan kehormatan masyarakat Maluku Utara. Sebuah ibu kota seharusnya bukan hanya sekadar lokasi geografis, tetapi juga sebuah janji peradaban dan kemajuan, yang memberikan harapan bagi warganya. Tanpa langkah tegas, cita-cita itu akan tetap menjadi angan-angan belaka.

Previous Post

PAN Maluku Utara Terima SK Baru untuk Pelantikan dan HUT Partai ke-27

Next Post

Kejati Maluku Utara Imbau Waspadai Pencatutan Nama Pejabat untuk Penipuan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kategori

  • Buah Pikir (52)
  • Daerah (69)
  • Perkara (65)
  • Politik (24)
  • Rupa-Rupa (28)

TrendingHot

Ketua Komisi Kejaksaan Evaluasi Pengelolaan Barang Sitaan Kejati Maluku Utara

Ketua Komisi Kejaksaan Evaluasi Pengelolaan Barang Sitaan Kejati Maluku Utara

Polda Maluku Utara Selidiki Aktivitas Galian C Ilegal di Ternate

Polda Maluku Utara Selidiki Aktivitas Galian C Ilegal di Ternate

Momen Temu Alumni yang Berkesan

Momen Temu Alumni yang Berkesan

Sashabila dan Yasir Bentuk Ulang Kabinet Setelah 100 Hari Bekerja

Sashabila dan Yasir Bentuk Ulang Kabinet Setelah 100 Hari Bekerja

Sidebar

Indoheadline.id

© 2025 www.indoheadline.id – Diterbitkan oleh Indoheadline Media.

Temukan Kami

  • Hubungi Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer

Gabung Di Sosial Media

No Result
View All Result
  • Home
  • Politik
  • Perkara
  • Daerah
  • Buah Pikir
  • Rupa-Rupa

© 2025 www.indoheadline.id – Diterbitkan oleh Indoheadline Media.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In