Oleh: Ahmad Yani Abdurrahman
_______
Pendapatan Asli Daerah (PAD) selalu menjadi topik hangat yang menarik perhatian di berbagai kalangan setiap tahunnya. Dari penyusunan hingga pertanggungjawaban APBD, isu ini selalu dinanti dan diperbincangkan oleh banyak pihak.
Fenomena yang sering muncul adalah ketidakmampuan mencapai target PAD. Di setiap penyusunan APBD, perdebatan sering kali berkisar pada upaya menaikkan target PAD untuk menutupi defisit anggaran. Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bertanggung jawab atas PAD sering kali merasa terdesak untuk meningkatkan target tanpa analisis dan data yang jelas. Ini adalah situasi yang umum, di mana mereka berusaha memenuhi target dalam waktu yang singkat, sehingga mengandalkan rumus sederhana yang tidak mengutamakan kajian mendalam.
Masalah PAD: Dinamika dan Tantangan
Setelah pengesahan anggaran, roda APBD mulai berputar. Di akhir triwulan pertama, seolah tidak ada yang berubah. Kinerja PAD terlihat standar, sebanding dengan mesin mobil yang masih dalam pemanasan. Begitu triwulan kedua tiba, sinyal-sinyal pertumbuhan mulai terlihat. Namun, realisasi PAD secara keseluruhan masih jauh dari harapan, berkisar antara 20 hingga 35 persen dari target. Meski demikian, situasi ini terkadang tidak memicu perhatian besar, dikarenakan kesibukan masing-masing pihak dengan berbagai agenda lainnya.
Memasuki triwulan ketiga, isu PAD mulai menghangat. Di sinilah pertarungan dimulai, dengan semua pihak kembali bersuara. Rapat-rapat dan pertemuan menjadi wadah untuk membahas target-target ini, baik di internet maupun di ruang-ruang publik. Media sosial dipenuhi perdebatan, sementara pegawai pemerintah berhadapan dengan berbagai tudingan. Terlebih, pimpinan OPD sering kali menjadi sasaran kritik terkait kegagalan mencapai target, yang tak jarang berujung pada tuntutan untuk mundur.
Evaluasi dan Strategi Penguatan PAD
Isu yang berkembang di triwulan ketiga ini semakin kompleks. Ada elemen-elemen lain yang turut mempengaruhi dinamika ini. Salah satu insiden yang mencuri perhatian adalah rapat evaluasi yang tidak melibatkan Wakil Wali Kota, meski beliau memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan PAD. Keterlibatan semua pihak, terutama pemimpin yang memiliki tanggung jawab politik, sangat penting dalam menyusun APBD. Seiring dengan itu, evaluasi dan analisis yang mendalam terkait sinergi antara belanja dan pendapatan juga harus dilakukan secara lebih serius.
Dalam pandangan saya, selama 15 tahun terakhir, pembahasan APBD Kota Ternate terlalu fokus pada belanja, dengan perhatian yang minim terhadap pendapatan. Ini berimbas pada pengelolaan yang tidak optimal, di mana pendapatan hanya dianggap sebagai formalitas. Hal ini menciptakan tantangan besar bagi pemerintahan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan PAD, apalagi ketika sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi masih minim.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah dengan mengevaluasi potensi pendapatan dari berbagai sektor. Data yang ada menunjukkan bahwa dalam 15 tahun terakhir, hanya pada tahun 2014 target PAD tercapai secara signifikan. Oleh karena itu, langkah konkret dari pemerintah dalam mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi PAD sangatlah krusial. Pembenahan dalam tata kelola dan penggunaan teknologi juga menjadi keharusan di tengah perkembangan zaman yang semakin digital.
Akhir kata, tantangan dalam mengelola PAD bukan hanya persoalan teknis, tetapi sekaligus menyentuh aspek manajemen dan kepemimpinan. Manajemen yang baik harus didukung oleh komunikasi yang efektif antar semua pihak yang terlibat. Di atas semua itu, dibutuhkan pemimpin yang tidak hanya bisa mengelola, tetapi juga memiliki kapasitas untuk beradaptasi dengan perubahan dan memelihara integritas dalam setiap langkah kebijakan yang diambil. Dengan upaya bersama, diharapkan PAD bisa terus meningkat dan memberikan solusi bagi berbagai permasalahan daerah. Semoga.