Kegiatan diskusi “Literasi Digital sebagai Benteng Melawan Disinformasi” yang baru saja digelar di Kota Ternate menunjukkan pentingnya kesadaran literasi digital di tengah perkembangan pesat teknologi informasi. Dalam acara ini, para ahli dan pemerhati sepakat bahwa literasi digital menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ancaman informasi yang tidak akurat atau hoaks.
Dengan hadirnya berbagai narasumber dari berbagai latar belakang, diskusi ini bertujuan memberi wawasan yang lebih dalam tentang literasi digital dan dampaknya terhadap masyarakat. Sebuah fakta menarik adalah skor literasi digital di Maluku Utara, yang dipaparkan oleh Thamrin Ali Ibrahim, hanya 3,18 dari skala 1 hingga 5. Ini menunjukkan bahwa daerah ini masih menghadapi kendala besar dalam menyerap informasi digital secara efektif.
Pentingnya Literasi Digital dalam Menghadapi Disinformasi
Skor rendah literasi digital di Maluku Utara mencerminkan tantangan yang dihadapi masyarakat dalam memahami dan menggunakan informasi digital. Menurut Thamrin, hal ini mengisyaratkan bahwa banyak masyarakat belum bisa memanfaatkan akses informasi secara optimal dan bertanggung jawab. Penggunaan internet, yang semakin menjadi kebutuhan sehari-hari, harus diimbangi dengan pemahaman yang cukup agar individu tidak jatuh ke dalam perangkap informasi yang menyesatkan.
Data menunjukkan bahwa rendahnya literasi ini tidak lepas dari masalah aksesibilitas. Di daerah terpencil dan kepulauan, akses internet sering kali terbatas, menciptakan kesenjangan digital yang jelas. Sebuah pandangan yang bisa diambil adalah memperhatikan infrastruktur teknologi serta pelatihan literasi digital yang lebih merata. Ini adalah tantangan saat ini yang harus dihadapi agar masyarakat bisa beradaptasi dengan baik terhadap perubahan zaman.
Strategi Meningkatkan Literasi Digital di Masyarakat
Pada diskusi ini, Rinto Taib mengusulkan agar literasi digital tidak hanya dilihat dari sudut teknologi, tetapi juga dikaitkan dengan budaya lokal. Pengembangan modul literasi yang mempertimbangkan kekayaan budaya setempat akan membuatnya lebih relevan dan mudah dipahami oleh masyarakat. Ini adalah langkah kritis untuk mengaitkan materi belajar dengan identitas lokal agar lebih menarik perhatian.
Di sisi lain, Wendi Wambes menjelaskan bahwa AMSI telah mencoba menjawab tantangan media sosial dengan menerbitkan modul literasi media sejak tahun 2022. Ini sangat penting mengingat risiko penyebaran hoaks yang semakin meningkat, terutama dalam konteks teknologi baru seperti kecerdasan buatan. Kegiatan cek fakta yang dilakukan perusahaan media juga merupakan langkah yang patut diapresiasi, meskipun masih ada keterbatasan dalam dukungan yang tersedia untuk Maluku Utara.
Sementara itu, Syafitri Zahra Togubu mengingatkan bahwa ruang digital bisa dimanfaatkan untuk hal-hal positif. Menarik untuk dicatat bahwa perilaku pengguna media sosial saat ini sering tertuju pada konten hiburan, seperti video dance, ketimbang kegiatan yang lebih produktif. Ini adalah sinyal bahwa pemerintah bersama komunitas perlu bersinergi untuk mengarahkan penggunaan ruang digital ke arah yang lebih bermanfaat.