Oleh: Fahmi Djaguna
Dekan FKIP UNIPAS Morotai
________
KETIKA festival budaya diselenggarakan, dengan tarian lokal yang berpadu dengan irama tifa di bawah langit tropis, kita bukan hanya menampilkan keindahan visual. Kita sedang menegaskan identitas dan menelusuri makna keberagaman. Morotai Festival 2025, yang berlangsung pada 18-20 Juli 2025 dengan tema “Merajut Keberagamaan, Melestarikan Budaya”, adalah momen krusial untuk mengaitkan budaya dengan pendidikan dalam kerangka pembangunan manusia yang utuh. Di sini, panggung budaya menjadi tanah subur bagi pendidikan.
Penta budaya bukan sekadar sorotan visual atau hiburan, tetapi sebuah pelajaran bernilai yang merefleksikan nilai-nilai yang membangun karakter. Dalam pandangan Paulo Freire, pendidikan yang sejati adalah proses pembebasan, dan kebudayaan memiliki peranan penting dalam proses tersebut. Dengan demikian, Morotai Festival bisa menjadi ruang pendidikan yang hidup, memberikan ajaran dari masa lalu untuk membentuk masa depan yang lebih baik.
Panggung Budaya sebagai Benang Merah Pendidikan
Pendidikan yang mengakar pada kebudayaan adalah kunci dalam menciptakan generasi yang kuat dan berkarakter. Mengacu pada pandangan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus menumbuhkan budi pekerti dan memperhalus sifat. Di sinilah festival budaya berperan dalam mendekatkan generasi muda kepada akar budaya yang seringkali terabaikan dalam sistem pendidikan formal. Festival ini bukan sekadar acara tahunan, tetapi merupakan media untuk membangun kesadaran kultural dan identitas nasional.
Tradisi dan budaya yang dipertunjukkan dalam festival ini menyimpan pelajaran berharga yang dapat dicermati oleh peserta didik. Dengan mendalami seni tradisional, nilai-nilai lokal menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan. Setiap tarian dan lagu yang ditampilkan mengandung makna dan pelajaran yang bisa masuk ke dalam ruang kelas dan buku pelajaran.
Menjalin Keberagaman: Refleksi Pendidikan Multikultural
Tema “Merajut Keberagamaan” dalam Morotai Festival menggambarkan keberagaman yang terjadi di Morotai sebagai miniaturnya Indonesia. Berbagai suku seperti Tobelo-Galela, Buton, Sanger, dan Bugis hidup berdampingan, menciptakan harmoni sosial yang perlu dipelajari. Dalam konteks pendidikan multikultural, pemahaman ini sangat penting untuk menumbuhkan toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan.
Festival ini berfungsi sebagai ruang interaksi di mana nilai-nilai keberagaman dirayakan, mengajarkan kepada generasi muda bahwa perbedaan bukanlah halangan, tetapi kekayaan yang harus dijaga dan diperjuangkan. Dengan mengintegrasikan budaya dalam sistem pendidikan, sekolah-sekolah dapat menciptakan kurikulum yang berbasis lokal dan mendorong siswa untuk menghargai budaya daerah mereka sebagai hal yang penting dan bernilai.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa festival budaya tidak hanya menjadi kegiatan sekali dalam setahun, tetapi menjadi agenda pendidikan yang berkelanjutan. Hal ini bisa dilakukan dengan menggandeng lembaga kebudayaan dan pemangku kepentingan lokal agar festival ini menjadi wahana edukasi kultural yang bermanfaat bagi generasi mendatang.
Dengan melibatkan semua stakeholder, mulai dari sekolah hingga komunitas lokal, kita bisa menciptakan sinergi untuk mendukung pendidikan yang berbasis kebudayaan. Setiap elemen masyarakat memiliki peran masing-masing dalam proses ini, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh semua kalangan.
Melalui kegiatan seperti Morotai Festival, kita bisa menangkap peluang untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya memahami budaya mereka, tetapi juga menghargai dan merawat warisan yang ada. Efek jangka panjangnya adalah membentuk masyarakat yang mampu beradaptasi dan tetap kuat di tengah perubahan zaman.
Catatan Penting: Menghidupkan Narasi Budaya dalam Pendidikan
Pendidikan tanpa narasi budaya akan kehilangan maknanya. Seperti yang diungkapkan oleh Neil Postman, pendidikan yang tidak terhubung dengan cerita besar akan kehilangan arah. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap festival budaya untuk terintegrasi dengan pendidikan formal.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah harus menjadikan festival ini sebagai bahan refleksi untuk merancang inovasi kebijakan. Misalnya, program pendidikan yang memasukkan nilai-nilai lokal dalam kurikulum PPKn atau pelajaran sejarah, agar siswa memiliki pengetahuan yang utuh tentang identitas dan sejarah daerah mereka.
Dengan demikian, Morotai Festival bukan sekadar seremonial, tetapi merupakan bagian dari upaya merawat warisan budaya demi masa depan. Melalui festival ini, kita menumbuhkan harapan agar generasi yang akan datang bukan hanya menjadi penikmat, tetapi juga pewaris nilai dan penggerak perubahan. Saat budaya menjadi cermin jiwa bangsa, pendidikan adalah cahaya yang membuatnya bersinar terang. Mari kita semua turut menyukseskan festival ini dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.