Oleh: Anwar Husen
Tinggal di Tidore
_______
Lebih dari sekadar malam tanpa bintang, kegelapan hati tanpa ilmu pengetahuan adalah yang paling menyesakkan.
BUTUH waktu, usaha, dan kadang harus menghadapi risiko yang tidak nyaman untuk menemukan kebenaran yang tepat dan rasional. Proses ini memerlukan ketekunan dan keberanian untuk menghadapi tantangan.
Selama lebih dari tiga tahun, saya berusaha menyampaikan pikiran ini dengan berbagai cara. Saya mengingatkan orang-orang di sekitar saya, mencurahkan pemikiran dalam bentuk tulisan di media sosial, serta menyiapkannya menjadi buku yang didonasikan agar dapat dijangkau oleh orang lain. Selain itu, diskusi dengan komunitas di masjid juga menjadi ajang untuk bertukar perspektif, meski terkadang hal ini berujung pada pemikiran yang sama.
Tema yang sering saya angkat adalah kebisingan pengeras suara di masjid. Ini bukan sekadar keluhan pribadi; banyak jamaah yang merasa terganggu dengan volume pengajian yang terlalu keras, terutama saat menyaksikan teman dan tetangga berjuang dalam kesunyian dan ketenangan. Diskusi ini menggambarkan keresahan yang mendalam, menyentuh sisi kemanusiaan kita dalam menjaga ketenangan bersama.
Masalah Kebisingan di Sekitar Masjid
Kebisingan dari pengeras suara masjid mungkin sering dianggap sepele, namun dampaknya jauh lebih besar dari yang kita bayangkan. Suara yang terlalu keras tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan mental dan emosional warga sekitar. Hal ini menjadi perdebatan yang terus berlangsung di antara jamaah, antara mereka yang percaya bahwa volume tinggi adalah bagian dari ibadah dan mereka yang menginginkan ketenangan.
Data menunjukkan bahwa paparan suara terus-menerus dapat berdampak negatif pada kesehatan. Misalnya, stres dan gangguan tidur adalah beberapa efek samping yang dialami oleh orang-orang yang tinggal berdekatan dengan masjid yang menggunakan pengeras suara secara berlebihan. Seorang teman yang tinggal dekat masjid bercerita tentang malam-malam tanpa tidur, saat lantunan ayat-ayat Al-Qur’an berpadu dengan kebisingan yang tak terhindarkan. Ini bukan masalah sederhana, melainkan masalah kemanusiaan yang perlu diselesaikan dengan pendekatan yang bijaksana.
Strategi Menghadapi Kebisingan
Menghadapi masalah kebisingan memang memerlukan strategi yang baik dan pemahaman dari semua pihak. Penggantian jenis pengajian menjadi opsi yang amat mungkin untuk dipertimbangkan. Misalnya, menurunkan volume atau mengganti sesi murottal dengan cara biasa bisa jadi solusi yang win-win. Ini memungkinkan jamaah untuk tetap bisa beribadah tanpa mengganggu privasi orang lain. Kemandirian dalam berpikir juga penting; kita harus berani untuk menyuarakan keberatan dengan cara yang santun.
Kita tentunya berharap ini menjadi titik awal dari perubahan yang lebih baik. Sering kali, orang merasa tertekan untuk berbicara apa yang mereka rasakan. Dengan menyampaikan pikiran secara terbuka dan berbagi kepada yang lain, kita tidak hanya menciptakan suatu lingkungan yang nyaman, tetapi juga membangun hubungan sosial yang lebih baik. Proses ini punya potensi menumbuhkan rasa saling pengertian dan menghormati hak masing-masing warga.
Kesimpulannya, kita semua diharapkan untuk lebih peka terhadap kebutuhan dan kenyamanan orang-orang di sekitar kita. Setiap individu mempunyai cara unik untuk beribadah dan merasakan ketenangan. Dengan pendekatan yang inovatif dan terbuka untuk dialog, kita dapat menemukan solusi yang tidak hanya baik untuk satu pihak, tetapi juga menguntungkan bagi semua. Dalam hal ini, kepekaan terhadap suara dan keinginan untuk menjaga ketenangan bukanlah hal yang merugikan, melainkan kebaikan yang dapat kita capai bersama.